Pemerintah harus mengalokasikan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada sektor pertanian dan perikanan, karena kenaikan harga BBM yang direncanakan berlaku mulai 1 April 2012 akan memberikan beban langsung bagi petani dan nelayan. Apalagi petani dan nelayan merupakan komposisi terbesar masyarakat miskin di Indonesia.
"Alokasi pengalihan subsidi BBM harus dipastikan menyentuh kalangan nelayan dan petani, karena mereka kelompok yang sangat rentan terkena kenaikan BBM. Kenaikan sekecil apa pun harus memberikan kompensasi yang sesuai bagi kalangan petani dan nelayan secara langsung," kata anggota Komisi IV DPR, H. Rofi Munawar, dalam pernyataannya ke PR, Senin (5/3).
Menurut Rofi, pengalihan subsidi BBM ke subsidi langsung sebaiknya diarahkan kearah kegiatan yang bersifat produktif, jangka panjang, berkelanjutan dan mampu meningkatkan kapasitas modal manusia. "Seperti program padat karya, pengembangan usaha kecil menengah, pemberdayaan petani, pendidikan dasar dan kesehatan bukan sebatas bantuan uang tunai,” katanya.
Biro Pusat Statistik (BPS) per Maret 2011 mencatat masih ada 30.02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin dengan komposisi penduduk miskin perdesaan sebanyak 18.97 juta jiwa dan 11.05 juta penduduk miskin perkotaan. Sedangkan jumlah penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa. "Tingkat kemiskinan di pedesaan sebenarnya bisa disetarakan dengan jumlah petani gurem, karena mereka inilah kelompok yang rentan," katanya.
Menurut studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) tahun 2009 menggambarkan bahwa 82 persen pekerja miskin kini berada di perdesaan dan 66 persen diantaranya bekerja di bidang pertanian. Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini jumlah nelayan miskin tercatat 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari jumlah penduduk miskin nasional.
Seluruh opsi dan kompensasi yang dirumuskan pemerintah harus benar-benar matang dan terintegratif. Kenaikan BBM dalam kenyataanya memberikan efek psikologis bagi kenaikan berbagai komoditas di sektor kehidupan lain. ”Kenaikan BBM tahun 2005 dan 2008 harus menjadi pembelajaran yang berharga bagi pemerintah. Ketika itu petani merasakan langsung dampak kenaikan yang terjadi, di antaranya kenaikan harga barang-barang konsumsi maupun kenaikan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida yang membuat biaya produksi melonjak. Selain itu naiknya biaya transportasi produk hasil pertanian yang dipasarkan ke daerah perkotaan.” ujarnya.